LEBARAN telah kita lalui bersama. Kita bersyukur semua bisa berjalan dengan baik. Nyaris tidak terdengar keluhan dari ibu-ibu rumah tangga berkaitan bahan kebutuhan pokok saat menjelang Lebaran. Semua orang juga bisa sampai ke kampung halaman tepat waktu karena tidak ada kemacetan yang membuat orang harus tertahan di tengah jalan seperti 2015.
Tanpa disadari kita melihat kehidupan masyarakat yang rata-rata lebih baik. Banyaknya kendaraan roda dua dan roda empat yang digunakan masyarakat menunjukkan kelas sosial masyarakat sudah meningkat.
Semua itu merupakan buah dari kerja keras masyarakat sendiri. Kalau tidak ingin meraih kehidupan lebih baik, ya kita harus mau bekerja lebih giat. Jangan hanya terus mengeluh apalagi mengumpat, karena kehidupan kita tidak akan lebih baik hanya dengan berkeluh kesah.
Kita semua memiliki kesempatan sama untuk sukses. Pengusaha Prajogo Pangestu sering mengatakan, yang kemudian bisa lebih sukses ialah mereka yang mempunyai mental kuat, tekun bekerja, dan mampu mendapatkan kepercayaan dari orang lain.
Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi melimpah untuk bisa kita olah dan membawa kita lebih maju. Apalagi kita mempunyai 265 juta penduduk, yang sebagian besar produktif. Pengelolaan keuangan negaranya pun semakin baik dan itu tecermin dari peningkatan peringkat yang diberikan Standard & Poor’s.
Pembangunan infrastruktur yang masif kita lakukan dalam empat tahun terakhir membuat Indonesia lebih menarik sebagai tempat berinvestasi. Itu bisa terlihat dari membaiknya daya saing kita dalam menarik investor untuk menanamkan modalnya.
Sekarang terpulang kepada kita, mau diapakan kesempatan baik yang kita miliki sekarang ini? Apakah kita hanya akan terus berkeluh kesah dan mencari kelemahan yang masih ada ataukah kita berlari menyongsong masa depan lebih baik?
Sesudah Lebaran seharusnya membuat kita lebih optimistis melihat masa depan. Kita berlomba-lomba meraih kesuksesan bukan sebaliknya berkutat mengumbar kesalahan dan kelemahan tanpa melakukan tindakan nyata.
Cukup sudah energi ini terbuang untuk hal tidak produktif. Kita terlalu lama berkutat dalam perdebatan yang tidak berujung. Kita harus membangun sikap saling percaya, saling menghormati, saling mengerti agar semua daya dan pikiran bisa kita optimalkan untuk memajukan negeri.
Kita harus tinggalkan sikap apriori kepada pemerintah. Tentu bukan berarti kita memberikan juga cek kosong kepada pemerintah. Kita harus mengawal agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan. Namun, pengawasan itu harus lebih dijalankan lembaga legislatif agar sistem demokrasi ini bisa berjalan semakin matang.
Tidak bosan kita ingatkan, kita berlomba dengan waktu. Bonus demografi yang kita dapatkan sekarang satu saat akan berakhir. Pada saat merayakan 100 tahun kemerdekaan nanti, kita sudah akan menjadi bangsa yang menua (aging society). Jangan sampai ketika waktu itu datang, kita belum menjadi bangsa yang kaya.
Kita semua sangat berdosa kalau sampai situasi buruk benar-benar terjadi. Tidak bisa dibayangkan kalau masih banyak warga hidup dalam kemiskinan dan kebodohan, sedangkan angkatan kerja lebih banyak yang sudah pensiun daripada yang masih produktif bekerja.
Kita yang mendapatkan privilege sekarang ini tidak boleh bersikap egois. Tugas kita mengangkat mereka yang masih hidup dalam kemiskinan. Kita jangan justru mencekoki mereka dengan pikiran-pikiran yang membuat mereka tidak menjadi lebih cerdas dan terbuka pikirannya.
Kita perlu belajar kepada Jepang. Bagaimana mereka memacu pembangunan dan mencerdaskan kehidupan bangsanya saat bonus demografi mereka dapatkan. Kini ketika bangsa Jepang semakin menua, kualitas kehidupan mereka tidak menurun. Bangsa Jepang bisa hidup bahagia di masa tuanya.
Ke arah sanalah kita juga harus menuju. Kita persiapkan pendidikan bangsa ini. Kita perkuat kesehatannya agar tidak mudah sakit dan kemudian tidak berdaya. Waktu yang kita miliki memang tidak banyak, tetapi kita masih punya waktu untuk mengangkat kualitas bangsa ini kalau kita semua fokus membangun negara ini. (Podium/Media Indonesia)
Leave a Reply