Jakarta: Dalam pengembangan ibu kota baru, pemerintah dinilai perlu melibatkan pemangku kepentingan yang ahli pada tiap-tiap bidang, termasuk pelaku usaha.
Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata berharap pemerintah selaku kepala proyek harus bisa menentukan peran tiap-tiap stakeholders, seperti pihak swasta, akademisi atau peneliti, BUMN, dan perbankan.
“Dari swasta bisa berperan, kami siap. Tinggal berbagi tugas saja di mana-mananya. Pengusaha tentunya tertarik karena nantinya ada captive market yang menjadi pasar,” ujar Soelaeman saat dihubungi di Jakarta, kemarin.
Eman, sapaan akrab Soelaeman, menjelaskan ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan kota baru. Antara lain, adanya jaminan keamanan (secure) tersedianya tanah sehingga pemerintah perlu mengendalikan tata ruang dan mengimplementasikan tata ruang tersebut dengan baik. Perencanaan tanah juga mencakup tahapan pembangunan proyek di setiap lokasi.
“Termasuk tanah untuk pengembangan oleh swasta sehingga swasta tidak berspekulasi untuk membeli,” kata Soelaeman.
Ia pun mengungkapkan perlu adanya regulasi terkait dengan perizinan agar pelaksanaan proyek memiliki kejelasan landasan hukum. Pemerintah juga harus mendesain pengelolaan ibu kota baru setara dengan pemerintah kota (pemkot) atau dibentuk badan pengelola (BP) seperti Batam.
Ia juga mengusulkan agar ibu kota baru tidak jauh dari pelabuhan sehingga biaya logistik tidak membengkak. Namun, REI menyerahkan pertimbangan kriteria global kepada pemerintah, mulai politik, keamanan, ekonomi, dan sosial, termasuk infrastruktur utama.
Di sisi lain, Peneliti Pusat Studi Perkotaan Nirwono Joga menjelaskan pemindahan ibu kota butuh perencanaan jangka panjang, yakni 50-100 tahun.
“Banyak pekerjaan rumah yang harus disiapkan agar terencana matang, penuh kehati-hatian, dan berkelanjutan,” kata Nirwono. (Red/MK/Medcom.id)
Leave a Reply