Nunukan – Mengenakan pakaian khas Suku Tidung berwarna biru tua dengan balutan kain songket berwana merah jambu, delapan orang perempuan terlihat menari dengan lemah gemulai, serasi, dan kompak dalam Acara Pelantikan Kepala Radio Republik Indonesia (RRI) Nunukan, di Ruang Pertemuan Lantai IV Kantor Bupati Nunukan, Jumat (12/7).
Tari yang ditampilkan dalam kesempatan itu adalah Jepen Budi Luhur, sebuah tarian khas Etnis Tidung Kabupaten Nunukan yang ditampilkan dengan penuh suka cita sebagai lambang keramahan terhadap para tamu. Jepen Budi Luhur biasa ditampilkan sebagai penyambut tamu dan pembuka acara, pertanda Etnis Tidung Kabupaten Nunukan siap menerima dan menyambut tamu yang datang dengan tangan terbuka.
Tetapi bukan tariannya yang akan kita bahas kali ini, melainkan kedelapan orang perempuan yang begitu anggun melakukan tarian tersebut. Mungkin kita tidak pernah menyangka, bahwa mereka adalah para warga binaan, sebutan untuk para penghuni Lembaga pemasyarakatan (Lapas) Nunukan.
Kedelapan orang tersebut adalah Kiki Santia, Nicken Marcela Magdalena, Juni Karunia, Santriana, Eny Salinah, Febby Kiki, Riska Anugrah, dan Hery Syariaty Handayani. Sebagian besar dari mereka adalah warga binaan karena kasus penyalahgunaan narkotika dan obat – obatan terlarang (Narkoba).
Penampilan mereka menunjukkan kepada kita semua, bahwa dengan bimbingan dan dukungan moral keluarga dan semua pihak tanpa kenal lelah, warga binaan ini bisa menampilkan sesuatu yang positif dan berguna bagi masyarakat. Di bawah bimbingan Wahyu Muji Lestari, salah seorang penggiat seni tari di Kabupaten Nunukan, para warga binaan tersebut dilatih dan tekun untuk menjadi penari – penari yang handal. Tidak hanya menari Jepen, kepada mereka juga dilatih tari Dayak, Tari Bugis, dan aneka tari yang lain.
“Kita ajarkan semua tarian, tujuannya supaya setelah mereka bebas nanti bisa tampil dan menunjukkan bahwa mereka bisa berbuat sesuatu yang baik kepada masyarakat,” kata Wahyu.
Pada saat awal – awal latihan, kata Wahyu, para warga binaan tersebut memang tidak ada yang tertarik dan berminat untuk diajak menari. Tetapi dengan pendekatan penuh kekeluargaan, sambil terus menerus diberikan motivasi hidup, pada akhirnya mereka pun bersedia diajak berlatih.
“Pada dasarnya mereka itu tidak jahat, hanya mungkin karena salah pergaulan dan himpitan berbagai masalah di keluarganya akhirnya larinya ke hal – hal yang negative, termasuk lari ke narkoba,” ujarnya.
Menurut Wahyu, dapat tampil di acara yang dihadiri oleh Bupati dan para pejabat penting tentu menimbulkan kebanggaan tersendiri di kalangan mereka, dan akan menjadi kenangan yang selalu diingat.
“Rasa bangga dan senantiasa berpikir positif itulah yang kita harapkan akan terus dibawa sampai mereka bebas dan kembali kepada masyarakat. Saya pun ikut merasa bangga dan senang melihat mereka tampil dengan penuh percaya diri,” katanya lagi.
Warga Binaan memang bukan pendosa yang tidak mungkin berubah menjadi lebih baik. Sesuai kalimat yang terpampang jelas di pintu masuk lapas, bahwa “Mereka bukan penjahat, hanya tersesat”. Artinya, dengan bimbingan, arahan, binaan, dan dukungan moral untuk terus membenahi dirinya ke arah yang lebih baik maka merekapun mampu memberikan yang terbaik pula. (HUMAS)
Leave a Reply