Kemenhub: Belum Ada Pelanggaran Tarif Batas Atas Penerbangan

Jakarta: Dirjen Perhubungan Udara Polana B. Pramesti menyebut belum ada maskapai yang melanggar tarif batas atas penerbangan. Ia menanggapi berita yang menyebutkan tiket ke beberapa rute penerbangan domestik mencapai puluhan juta rupiah.

Dirjen Perhubungan Udara Polana B. Pramesti menyebut belum ada maskapai yang melanggar tarif batas atas penerbangan.

Menurut Polana, harga tiket puluhan juta itu bukan penerbangan langsung. Namun, ungkap dia, transit di beberapa tempat.

“Penerbangan transit itu berarti penumpang membeli beberapa tiket untuk sampai ke rute tujuan, sehingga harganya menjadi tinggi. Kalau penerbangan langsung, tarifnya terkendali dalam aturan pemerintah,” ujar Polana melalui keterangan tertulisnya, Kamis, 30 Mei 2019.

Kata Polana, semua biaya dalam tiket sudah diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 20 Tahun 2019 tentang Tata Cara dan Formulasi Perhitungan Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri. Juga diatur lewat KM Nomor 106 Tahun 2019 tentang Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.

Polana mengajak masyarakat untuk lebih teliti dalam membeli tiket penerbangan pada periode libur Lebaran tahun ini. Terutama saat melakukan pembelian di agen travel maupun secara daring (online). Beberapa hal yang perlu diteliti adalah jenis-jenis biaya yang dibebankan serta jenis penerbangannya, apakah langsung satu rute atau transit.

“Dalam KM 106 itu ada tarif tertinggi tiap rute langsung (bukan transit) untuk rute domestik kelas ekonomi. Jadi silakan masyarakat mengecek tarif pesawatnya sebelum membeli tiket,” tegas Polana.

Lebih lanjut, Polana menyebutkan bahwa tarif yang tertera di KM 106 Tahun 2019 tersebut lebih rendah 12 hingga 16 persen dibanding tarif yang tertera di aturan sebelumnya. Jika ada yang melanggar aturan itu, ia tak segan akan memberikan sanksi.

“Maskapai tidak boleh menjual tarif pesawat di atas yang sudah ditetapkan pemerintah tersebut. Maskapai yang melanggar akan dikenakan sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku,” tukas Polana.

Polana menerangkan, tarif yang tertera di KM 106 Tahun 2019 tersebut bukan harga tiket. Untuk harga tiket total, tarif itu masih ditambah pajak, asuransi, dan biaya pelayanan bandara atau passenger service charge (PSC).

Selain itu, tarif tersebut juga harus disesuaikan dengan layanan di maskapai. Untuk maskapai full service seperti Garuda dan Batik Air, boleh menjual tarif itu sebesar 100 persen. Untuk medium service seperti Sriwijaya dan NAM Air boleh menjual maksimal 90 persen, dan Low Cost Carrier (LCC) seperti Lion, Citilink, dan Indonesia AirAsia boleh menjual maksimal 85 persen dari tarif batas atas.

Untuk mengawasi penerapan tarif ini, Ditjen Hubud sudah menyebar inspektur dari Direktorat Angkutan Udara dan Kantor Otoritas Bandar Udara di seluruh Indonesia. Pengawasan juga dilakukan melalui agen tiket dan pengawasan secara online. (Red/MK/Medcom)


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *