TARAKAN, mediakaltara.com– Masih terjadinya permassalahan dalam Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di sejumlah Kabupaten/kota Provinsi Kaltara Sepanjang tahun 2018, seperti tiga kasus mal administrasi diterima Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Kaltara.
Saat dikonfirmasi, Kepala ORI Perwakilan Kaltara, Ibramsyah Amirudin mengatakan, pihaknya paling sering menerima laporan dar Nunukan dan Tarakan yang mengalami masalah. Khusus Nunukan, kasus tersebut sudah diselesaikan,” caranya, si pemohon PTSL meminta kembali sejumlah uang yang sudah diberikan oleh oknum Ketua RT. Kalau kita proses pidananya tidak seimbang,” terangnya, setelah kegiatan implementasi SKB 3 Menteri PTSL tahun 2018, Rabu (9/10/2019).
Lanjut Ibramsyah, sementara persoalan PTSL di Tarakan yakni ada beberapa aduan yang bertentangan antara SKB 3 Menteri, dan Peraturan Walikota (Perwali) nomor 30 tahun 201 tentang Pembiayaan Persiapan PTSL. Dari sekian permasalahan tersebut, nantinya ORI Perwakilan Kaltara akan memberikan rekomendasi tersebut kepada ORI Pusat lalu di teruskan kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Rekomendasi tersebut, diantaranya revisi terkait SKB tiga Menteri dan mendorong masing-masing Kabupaten Kota untuk membuat Perda tentang PTSL.
“Sebenarnya ini hanya salah mempersepsikan saja. Dalam aturan SKB 3 Menteri, pembiayaan PTSL tidak melibatkan RT. Sementara, dari oknum Kelurahan menyerahkan kepada Ketua RT bagi siapa saja warga yang akan mendaftar. Jadi RT tidak dikasih biaya dari Kelurahan. Sebenarnya bukan untuk Ketua RT hanya untuk operasional mematok tanah. Makanya ada dikira pungli. Sebenarnya untungnya tidak seberapa.” jelasnya, kepada mediakaltara.com.
Sementara itu, Walikota Tarakan, Khairul mengungkapkan, persoalan sertifikat tanah di lahan seperti di Wilayah Kerja Pertambangan (WKP), dan di hutan lindung tidak menjadi tanggung jawab Pemkot Tarakan. Oleh karena itu pihaknya tengah mengajukan revisi RTRW kawasan hutan kota menjadi lahan pemukiman pertanian warga.
“Kalau lahan WKP, hingga sekarang kami juga belum menerima alih fungsi dari beberapa asset yang sudah ditempati. Saya sudah mengurus juga ke Dirjen Kekayaan Negara. Sebenarnya ini asset negara yang dikelola Kementerian Keuangan. Selama sekian tahun, fungsinya sudah seperti itu. Tapi secara eksisiting, masyarakat sudah ada di dalamnya. Itu yang kita perbaiki. Kalau di hutan lindung tidak bisa mengajukan izin mendirikan bangunan (IMB) termasuk PTSL,” tutupnya. (rt20)
Leave a Reply