Kunjungan Bupati Laura di Jepang (Bagian 3 – Habis)
Jepang – Belajarlah hanya kepada ahlinya, pepatah ini rasanya begitu pas untuk menggambarkan betapa tidak sia – sianya kunjungan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Republik Indonesia ke Negara Jepang selama lima hari, 17 sampai dengan 21 Juni 2019 lalu, untuk mempelajari tata kelola sampah di negeri para samurai tersebut.
Disamping mendapat gambaran tentang teori dan prinsip – prinsip dasar dalam pengelolaan sampah di Negara Jepang, khususnya di Kota Tokyo yang begitu efektif dan modern, Rombongan dari KLH yang terdiri dari Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 Rosa Vivien Ratnawati, Kasubdit Kerjasama teknik Mahanani Kristianingsih, Kasubdit Pengelolaan Sampah KLH Ari Sugastri, Bupati Nunukan Hj. Asmin Laura Hafid, Bupati Flores Timur Antonius Hubertus Gege Hadjon, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Nunukan Hj. Rahma Leppa, Asisten Ekbang dan Kesra Kota Ambon Roberth Silooy, dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Ambon Lucia Izaak, dan Kepala Bidang (Kabid) Persampahan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Nunukan Joned.
Bisa melihat langsung bagaimana prinsip – prinsip dasar itu diimplementasikan secara disiplin dan berkesinambungan mulai dari penerapan prinsip daur ulang, kampanye mengurangi sampah secara revolusioner di semua kalangan, baik rumah tangga hingga dunia industri, sampai dengan memanfaatkan sampah untuk keperluan industri dan sumber energy alternative.
Rombongan KLH bisa merasakan suasana kebatinan Kampanye Tokyo Slim yang sukses merubah mind set masyarakat untuk selalu hidup bersih, dan mengurangi produksi sampah di lingkungannya masing – masing sebanyak – banyaknya. Hal itu tergambar dari tidak mudahnya kita menemukan tong – tong sampah di sudut – sudut Kota Tokyo, sedikit berbeda dengan pemandangan di kota – kota besar di negara kita. Pelajaran penting yang bisa diambil adalah keberadaan tempat sampah yang banyak hanya akan memancing setiap orang menghasilkan sampah sebanyak mungkin.
Kita pun dengan terang benderang menyaksikan bagaiman komitmen untuk terus menjaga lingkungan hidup begitu kuat dipegang oleh pemerintah. Itu tampak dari penempatan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang selalu berada di pinggir pantai, bukan di pedalaman atau di bukit – bukit seperti yang di Indonesia yang bisa mencemari sumber air tanah. Bagi mereka, sampah justru menjadi bahan untuk melakukan reklamasi pantai untuk kemudian disulap menjadi kawasan industri, perkantoran, dan perdagangan. Seperti yang terjadi di TPA Tokyo, dari 7 zona TPA yang ada, 5 diantaranya kini menjadi kawasan industri yang sangat modern.
Apa yang sudah diraih oleh Pemerintah Jepang tentu bukan sebuah proses yang instan dan mudah, butuh setidaknya 92 tahun sejak Era Showa di tahun 1927 hingga kini. Butuh kerja keras, disiplin, pikiran – pikiran brilian, dan keterlibatan seluruh unsur di masyarakat yang saling bahu – membahu. Nilai – nilai itulah yang akhirnya bisa dibawa pulang oleh rombongan dari KLH RI, termasuk diantaranya Bupati Laura. Ibarat perjalanan panjang, harus dimulai dari sebuah langkah – langkah kecil.
Dan langkah itu sudah dimulai dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Nunukan dengan menerbitkan Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 34 Tahun 2019 tentang arah kebijakan dan strategis pengelolaan sampah untuk mewujudkan Nunukan bebas sampah di tahun 2025, ada juga Perbup yang mengatur pembatasan kantong plastik, dan Perbup tentang pengelolaan sampah pada penyelenggaraan acara. Dan yang paling penting, sepulang dari Negara Jepang, Bupati Laura mendapat oleh – oleh berupa komitmen dari KLH untuk membantu pembangunan Pusat Daur Ulang (PDU) Sampah, dan instalasi pengolahan biogas (biodigester).
Ilmu dan pengalaman sudah diperoleh, regulasi sudah disiapkan, infrastruktur secara bertahap akan dimulai, tinggal dibutuhkan komitmen dan tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat untuk ambil bagian dan tanggung jawabnya masing – masing dalam mewujudkan misi Indonesia, termasuk Kabupaten Nunukan bebas sampah di tahun 2025. (dodo/tus/HUMAS)
Leave a Reply