Bangkok: Indonesia mengangkat isu kelapa sawit saat bertemu dengan Uni Eropa dalam Pertemuan Tingkat Menteri ASEAN-Uni Eropa di Bangkok, Thailand, hari ini.
“Kita melihat minyak sawit merupakan isu yang sangat strategis, isu yang terkait dengan jutaan manusia sehingga kita ingin kelapa sawit Indonesia diperlakukan adil oleh Uni Eropa,” kata Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi.
ASEAN dan Uni Eropa juga sepakat membentuk kelompok kerja bersama untuk meninjau aspek keberlanjutan terkait industri minyak sawit.
Kesepakatan untuk membentuk kelompok kerja ini tercipta setelah Indonesia dan Malaysia, sebagai produsen terbesar minyak sawit dunia, terus menyuarakan protes untuk menentang kampanye negatif terkait minyak sawit di Uni Eropa.
“Saya sampaikan bahwa sebelum kelompok ini bekerja makaperlu ada kerangka acuan yang pasti,” lanjut Menlu Retno.
Menurut dia, perlu ada persamaan persepsi dan topik bahasan agar negara-negara ASEAN dan Uni Eropa bisa bekerja sama untuk menyelesaikan isu minyak sawit.
Kebijakan Delegated Act milik Uni Eropa dianggap telah mendiskriminasi minyak sawit dari jenis minyak nabati lainnya, karena minyak sawit dinilai tidak dikelola dengan prinsip-prinsip keberlanjutan dan berbasis kelestarian lingkungan.
Indonesia bersama negara-negara produsen sawit yang tergabung dalam CPOPC menganggap Delegated Act sebagai kompromi politik Uni Eropa untuk mengisolasi dan menyingkirkan minyak sawit dari sektor energi terbarukan mandatnya untuk menguntungkan minyak produksi Uni Eropa dan minyak nabati terbarukan lain yang kurang kompetitif.
Untuk melawan diskriminasi terhadap sawit, Indonesia dalam berbagai forum internasional termasuk dalam Pertemuan Tingkat Menteri ASEAN-Uni Eropa ke-22 di Brussels, Januari lalu, terus menyuarakan protesnya. (Red/medcom)
Leave a Reply